Sunday, February 16, 2014

KODE ETIK DAKWAH


1.    Apa yang dimaksud dengan kode etik dakwah?
o   Kode etik dakwah adalah sejumlah prinsip etika islam dalam berdakwah yang mengharuskan seorang da’i melakukan tindakan-tindakan terpuji dan menjauhkan diri dari perilaku-perilaku tercela. Adapun dalil-dalil yang mengharuskan adanya etika dalam berdakwah ini akan disebutkan pada jawaban pertanyaan selanjutnya.
2.      Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip etika dakwah tersebut!
a.      “Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan”
Seorang da’i hendaknya tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan, karena keduanya merupakan kunci keberhasilan dakwah yang disampaikan, dalam artian apa saja yang diperintahkan kepada mad’u harus pula dikerjakan dan apa saja yang dicegah  harus ditinggalkan. Hal ini bersumber dari firman Allah dalam QS. al-Shaff (2-3);
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (2) Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (3).
b.      “Tidak melakukan toleransi dalam hal aqidah”
Dalam masalah prinsip keyakinan (aqidah), Islam memberikan garis tegas untuk tidak bertoleransi, kompromi dsb. Seperti yang tergambar dalam QS. al-Kafirun (1-6);
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir (1) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah (2) Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (3) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (4) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah (5) Untukmu agamamu dan untukkulah agamaku (6).
c.       “Tidak boleh memaksa mad’u untuk percaya”
Allah memberikan kemerdekaan penuh bagi manusia untuk percaya atau tidak terhadap ajaran Nabi Muhammad saw. Sikap pemaksaan bukanlah prinsip ajaran Islam. Hal ini juga dikarenakan manusia telah dibekali akal untuk berfikir sehingga tidak perlu untuk dipaksa. Kode etik ini didasarkan pada QS. al-Kahfi (29);
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا (29)
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek (29).
Di dalam QS. Yunus (99) juga disebutkan;
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ (99)
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (99)
d.      “Tidak menghina sesembahan non-muslim”
Tindakan mencaci atau menghina sangatlah tidak etis dan akan menghancurkan kesucian dakwah. Pada hakikatnya  seorang da’i harus menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang aman dan bukan dengan cara menyebarkan kejelekan terhadap umat lain. Kode etik ini didasarkan pada QS. al-An’am (108);
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (108)
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan (108).
e.      Tidak melakukan diskriminasi sosial
Dalam dakwah tidak ada istilah class society (perbedaan golongan) yang ada hanyalah istilah classless society (masyarakat tanpa kelas/ tanpa perbedaan golongan) yang tidak ada perbedaan didalamnya antara golongan elit dengan non-elit yang mengandung prinsip equal end justice (kesetaraan dan keadilan). Kode etik ini didasarkan pada QS. ‘Abasa (1-2);
عَبَسَ وَتَوَلَّى (1) أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَى (2)
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling (1) karena telah datang seorang buta kepadanya (2).
f.        “Tidak berteman dengan pelaku maksiat”
Ketika seorang da’i berteman baik dengan pelaku maksiat sedangkan ia tidak pernah memperingatkannya, maka pelaku maksiat tersebut akan beranggapan bahwa seakan-akan perbuatan maksiatnya tidak dilarang oleh syari’at agama dan menjadikan integritas da’i tersebut berkurang. Kode etik ini didasarkan pada QS. al-Maidah (78);
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (78)
Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas (78).
g.      Tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui
Penyampaian pesan dakwah harus sesuai dengan taraf kemampuan pribadi, tidak memaksakan sesuatu yang berada diuar kemampuan atau kesanggupannya. Rambu etik ini didasarkan pada QS. al-Isra’ (36);
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36)
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
3.      Sebutkan sifat-sifat cerdas yang harus dimiliki oleh seorang da’i!
o   Sifat-sifat tersebut meliputi:
a.      Seorang da’i haruslah pandai dalam arti memiliki pandangan yang luas dalam merespon dan menangani peristiwa-peristiwa yang terjadi pada ummat.
b.      Memiliki pandangan, firasat, sikap terhadap setiap urusan atau permasalahan.
c.       Da’i harus mampu menangkap hal-hal yang tersembunyi dibalik peristiwa.
d.      Mampu mengambil manfaat dari setiap peristiwa yang terjadi.
4.      Mengapa dibutuhkan sikap intelektual yang tinggi dalam berdakwah?
o   Hal tersebut dikarenakan:
a.      Dalam berdakwah terkadang diperlukan sebuah ijtihad demi menghadapi persoalan yang berkembang. Untuk itu, seorang da’i haruslah mencurahkan seluruh potensi, pikiran, perasaan dan waktunya.
b.      Dakwah membutuhkan usaha ilmiah (ilmu) yang menyangkut teknik dan strategi. Karena Allah telah mengingatkan orang-orang yang berilmu untuk menyampaikan kebenaran dan menjaga diri dari kejahatan, sebagaimana yang disebutkan dalam QS.
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
c.       Amar ma’ruf nahi munkar tidak mungkin terlaksana tanpa andil teknologi seiring perkembangan peradaban manusia.
5.      Mengapa kita perlu menggunakan kode etik dalam berdakwah?
o   Dalam berdakwah dibutuhkan beberapa etika yang menjadi prinsip-prinsip bagi  juru dakwah agar dapat menghasilkan dakwah yang bersifat responsif. Apabila prinsi-prinsip tersebut diaplikasikan dengan sungguh-sungguh akan berpengaruh baik bagi mad’u maupun bagi da’i itu sendiri. Diantara hikmah dalam pengaplikasian etika dakwah tersebut adalah:
a.      Kemajuan ruhani, dimana bagi seorang juru dakwah ia akan selalu berpegang pada rambu-rambu etis Islam, maka secara otomatis ia akan memiliki akhlak yang mulia.
b.      Sebagai pendorong dan motivasi bagi sang da’i dalam membentuk pribadi yang dapat dicontoh oleh mad’u.
c.       Membawa pada kesempurnaan iman. Iman yang sempurna akan melahirkan kesempurnaan diri. Rasulullah saw menegaskan dalam sabdanya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya (etikanya).” (HR. al-Tirmidzi)
d.      Kerukunan antar ummat beragama, untuk membina keharmonisan secara ekstern dan intern pada diri sang da’i.
e.      Pada mad’u akan meperoleh simpati atau respon yang baik karena dengan menggunakan etika dakwah yang benar akan menggambarkan bahwa islam adalah agama yang cinta damai.
6.      Agar tujuan dakwah tercapai, bagaimanakah seharusnya dakwah Islam itu dilaksanakan?
o    Dalam mencapai tujuan dakwah dibutuhkan integritas penuh antara da’i dan mad’u dan jika salah satu dari kedua pihak tersebut merusak integritas ini dengan tujuan mencari keuntungan bukan dengan jalan yang haq, maka sama saja dengan merusak harapan tercapainya tujuan dakwah. Dakwah Islam harus dijalankan dengann penuh keseriusan, melalui aturan-aturan yang benar sehingga diterima dengan komitmen yang sama terhadap kebenaran Islam. Mad’u harus merasa bebas dari paksaan, ancaman serta nilai-nilai yang bersifat merusak yang cenderung mengarah pada perbuatan anarki dan mau menang sendiri. Dakwah Islam tidak bersifat melontarkan isu-isu fanatis, provokatif, celaan-celaan yang menimbulkan permusuhan dan bukan pula aktivitas-aktivitas yang bersifat destruktif. Oleh karena itu, dakwah Islam mengkhususkan penggunaannya secara persuasif. Allah berfirman dalam QS.  an-Nahl (125);
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125) 
Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka (125).
7.      Apa yang menjasi karakteristik dari etika dakwah?
o   Yang menjadi karakteristik dari etika dakwah adalah karakteristik dari etika Islam dalam berdakwah itu sendiri, yang diantara cakupannya adalah Al-Qur’an, Sunnah, akal dan naluri sebagai sumber moral dalam berdakwah, standar yang digunakan untuk menentukan baik-buruknya tingkah laku sang da’i. Disebutkan dalam QS. al-Ahzab (21);
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21)
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (21).

8.      Jelaskan mengenai ‘Al-Qur’an dan Sunnah’ sebagai sumber moral?
o   Sebagai pedoman hidup dalam Islam, Al-Qur’an dan Sunnah juga merupakan sumber moral yang menjelaskan kriteria baik-buruknya suatu perbuatan. Kedua dasar itulah yang menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan sebagai pola hidup yang diantaranya adalah menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk dalam menjalankan aktivitas dakwah. Al-Qur’an sendiri pada dasarnya merupakan dakwah yang terkuat bagi pengembangan Islam, karena di dalamnya mencakup cerita ummat terdahulu, sari’at-syari’atnya serta hukum-hukumnya.

9.      Jelaskan mengenai ‘Akal dan Naluri’ sebagai sumber dakwah?
o  Selain kedua sumber tersebut (Al-Qur’an dan Sunnah),  akal dan naluri juga dipandang sebagai sumber dalam menentukan baik dan buruk dalam etika dakwah. Islam memandang bahwa akal dan naluri sebagai berikut:
a.      Akal dan naluri adalah anugerah Allah swt.
b.      Akal dan pikiran manusia itu terbatas sehingga tidak akan mampu memecahkan seluruh permasalahan yang ada. Hanya akal yang dipancari cahaya pengetahuan dari Allah lah  yang mampu memecahkannya.
c.       Naluri merupakan hasil pengarahan dari petunjuk Allah swt.

10.  Jelaskan apa yang menjadi motivasi dalm berdakwah?
o   Dalam melakukan tugas dakwah dibutuhkan motivasi atau pendorong yang  akan menunjang aktivitas dakwah. Dalam hal ini aqidah dan keimanan yang mantap menjadi motivasi tersebut. Iman itulah yang mendorong seorang da’i untuk berbuat ikhlas, berlaku shalih, bekerja keras dan rela berkorban. Iman yang sempurna merupakan manifestasi dari kecintaan dan ketaatan kepada Allah swt.

               “Sekali-kali tidaklah seorang mukmin akan merasa kenyang (puas) mengerjakan kebaikan, menjelang puncaknya masuk surga.” (HR. Tirmidzi) 

No comments:

Post a Comment